MEMBANGUN KELAUTAN UNTUK MENGEMBALIKAN KEJAYAAN SEBAGAI NEGARA MARITIM

Posted by Unknown Wednesday, October 15, 2014 0 comments
Penulis: Ririn Ambarwati 

Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah laut yang sangat luas, sekitar 2/3 wilayah negara ini berupa lautan. Dengan cakupan wilayah laut yang begitu luasnya, maka Indonesia pun diakui secara internasional sebagai Negara Maritim yang ditetapkan dalam UNCLOS 1982 yang memberikan kewenangan dan memperluas wilayah laut Indonesia dengan segala ketetapan yang mengikutinya. Selain itu juga terjadi perluasan hak-hak berdaulat atas kekayaan alam di ZEE serta landas kontinen serta Indonesia juga masih memiliki hak atas pengelolaan natural reseources di laut bebas dan di dasar samudera. Kesemuanya ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang sangat kaya.
            Dekalarasi Djuanda 1957 yang menegaskan konsepsi Wawasan Nusantara memberikan kita anugerah yang luar biasa baik itu laut, darat maupun udara. Sebagai Negara Kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki wilayah laut seluas 5,8 juta km2 yang terdiri dari wilayah teritorial sebesar 3,2 juta km persegi dan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) 2,7 juta km2. Selain itu, terdapat 17.504 pulau di Indonesia dengan garis pantai sepanjang 95.181 km.
            Jauh sebelum Indonesia merdeka, semangat maritim sudah menggelora, bahkan beberapa kerajaan jaman dahulu mampu menguasai lautan dengan armada perang dan kapal dagang yang besar. Namun semangat maritim tersebut menjadi luntur tatkala Indonesia mengalami penjajahan oleh pemerintah kolonial Belanda. Pola hidup dan orientasi bangsa “dibelokkan” dari orientasi maritim ke orientasi agraris (darat).
            Disamping itu, secara geografis Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia dan dua samudra, Hindia dan Pasifik yang merupakan kawasan paling dinamis dalam percaturan dunia baik secara ekonomis dan politis. Keunikan letak geografis tersebut menempatkan Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sektor kelautan, dan sangat logis jika ekonomi kelautan dijadikan tumpuan bagi pembangunan ekonomi nasional.
            Dengan cakupan yang demikian besar dan luas, tentu saja laut Indonesia mengandung keanekaragaman sumberdaya alam laut yang sangat potensial, baik hayati dan non-hayati yang tentunya memberikan nilai yang besar pada sumberdaya alam seperti ikan, terumbu karang dengan kekayaan biologi yang bernilai ekonomi tinggi, wisata bahari, sumber energi terbarukan maupun minyak dan gas bumi, mineral langka dan juga media transportasi antar pulau yang sangat ekonomis.
            Antara pulau satu dengan pulau lainnya dipisahkan oleh laut, tapi bukanlah menjadi penghalang bagi setiap suku bangsa di Indonesia untuk saling berhubungan. Sejak zaman bahari, pelayaran dan perdagangan antar pulau telah berkembang dengan menggunakan berbagai macam tipe perahu tradisional, nenek moyang kita menjadi pelaut-pelaut handal yang menjelajahi untuk mengadakan kontak dan interaksi dengan pihak luar. Bahkan, yang lebih mengejutkan lagi, pelayaran yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia (Nusantara) pada zaman bahari telah sampai ke Madagaskar. Pada zaman bahari telah menjadi Trade Mark bahwa Indonesia merupakan negara maritim.
            Potensi sumberdaya maritim cukup besar dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Dari perikanan, termasuk perikanan tangkap, budidaya, dan pengolahan sebesar US$ 47 miliar per tahun. Sedangkan dari pariwisata bahari mencapai US$ 29 miliar per tahun. Dari energi terbarukan sebesar US$ 80 miliar per tahun yang terdiri dari energi arus laut, pasang surut, gelombang, biofuel alga, panas laut. Sementara Biofarmasetika laut sebesar US$ 330 miliar per tahun. Dengan melimpahnya keanekaragaman hayati laut indonesia, dapat digunakan untuk pengembangan industri bioteknologi bahan pangan, obat-obatan, kosmetika dan bioremediasi. Sedangkan dari sektor transportasi laut ada potensi US$ 90 miliar per tahun. Sementara minyak bumi dan gas offshore senilai US$ 68 miliar. Sebanyak 70% dari produksi minyak dan gas bumi berasal dari pesisir, dengan 40 dari 60 cekungan potensial mengandung migas terdapat di lepas pantai, 14 di pesisir dan hanya 6 di daratan. Hasil seabed mineral mencapai US$ 256 miliar per tahun, sektor industri dan jasa maritim mencapai US$ 72 miliar per tahun dan garam mencapai US$ 28 miliar per tahun (Sudirman Saad dalam Berita Satu.com)
   Besarnya peluang ekonomi dari pemanfaatan potensi sumberdaya laut yang sedemikian besar ini sudah sepatutnya memberikan kontribusi yang besar pula bagi peningkatan perekonomian bangsa, bahkan sudah sepatutnya pula menjadi sektor penggerak ekonomi nasional yang dominan. Namun pada kenyataannya sektor perikanan dan kelautan nasional masih belum dimanfaatkan secara optimal, hal ini diperlihatkan dari data secara kasat mata bahwa masyarakat pesisir yang merupakan masyarakat yang paling dekat dengan sumberdaya pesisir dan laut umumnya masih tergolong pada masyarakat miskin atau dikategorikan sebagai masyarakat dengan tingkat kesejahteraan rendah.
            Paradigma pembangunan kita umumnya masih memusatkan perhatiannya untuk mengalokasikan sumberdaya pembangunan yang ada kepada sektor-sektor atau wilayah-wilayah yang berpotensi besar dalam menyumbang pada pertumbuhan ekonomi, yang pada umumnya berlokasi di kawasan darat. Dimana paradigma yang terus berlangsung sampai saat ini oleh para pengambil kebijakan di tingkat pusat dan daerah lebih berorientasi ke darat daripada sektor laut. Sudah saatnya bangsa kita merubah cara pandang pembangunan dari pembangunan yang semata berbasis daratan (Land based development) menjadi lebih berorientasi kepada pembangunan berbasis kelautan (Ocean based development), mengingat negara kita adalah negara kepulauan yang sudah diakui dunia dan terakomodasi dalam UUD 1945 pasal 25A.
            Oleh sebab itu, orientasi pembangunan yang lebih memperhatikan wilayah daratan perlu diubah mengingat laut merupakan sumber penghidupan di masa depan. Paradigma pembangunan di sektor kelautan yang menyimpan kekayaan alam yang luar biasa menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk mengembalikan kejayaan bangsa ini sebagai negara maritim.

Kelautan vs Maritim
            Apakah sebagai negara kepulauan maka (sekarang) Indonesia otomatis menjadi negara maritim? Apakah kalau kita bicara ikan di laut banyak dicuri oleh nelayan asing ilegal, kita bisa dianggap sebagai negara maritim yang mampu menguasai wilayah laut kita sendiri? Apakah bangsa Indonesia yang sekarang hidup di negara kepulauan ini otomatis adalah juga merupakan bangsa maritim?
            Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian laut adalah kumpulan air asin (dalam jumlah yang banyak dan luas) yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau, sedangkan kelautan hanya dijelaskan sebagai “perihal yang berhubungan dengan laut”. Berhubungan di sini dapat saja diartikan sebagai dekat, menyentuh, bersinggungan. Atau, apabila kita merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, berhubungan berarti bersangkutan (dengan); ada sangkut pautnya (dengan); bertalian (dengan); berkaitan (dengan): atau bertemu (dengan); mengadakan hubungan (dengan): atau bersambung dengan. Dari uraian pengertian ini jelas bahwa istilah kelautan lebih cenderung melihat kelautan dan laut sebagai bentuk fisiknya, sebagai physical entity atau physical property. Kelautan dalam arti luas mungkin saja dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mempunyai kepentingan dengan laut sebagai hamparan air asin yang sangat luas yang menutupi permukaan bumi (Arsyad, R., 2012).
            Maritim, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai berkenaan dengan laut; berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut. Dalam bahasa Inggris, kata yang digunakan untuk menunjukkan sifat atau kualitas yang menyatakan penguasaan terhadap laut adalah seapower. Istilah maritim juga mengandung ambiguitas. Apakah maritim yang dimaksud adalah maritim dalam pengertian sempit yaitu hanya berhubungan dengan angkatan laut atau angkatan laut dalam hubungan dengan kekuatan darat dan udara, atau bahkan dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu angkatan laut dan semua kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan komersial nonmiliter terhadap laut.
            Dilihat dari arti kata secara luas, kata kelautan mungkin lebih cenderung mengartikan laut sebagai wadah, yaitu sebagai hamparan air asin yang sangat luas yang menutupi permukaan bumi, hanya melihat fisik laut dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, istilah maritim  sesungguhnya lebih komprehensif, yaitu tidak hanya melihat laut secara fisik, wadah dan isi, tetapi juga melihat laut dalam konteks geopolitik, terutama posisi Indonesia dalam persilangan antara dua benua dan dua samudra serta merupakan wilayah laut yang sangat penting bagi perdagangan dunia.  Pengertian ini sesuai pula dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mengartikan maritim sebagai berkenaan dengan laut; berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut (Arsyad, R., 2012).
            Kalau pada masa lalu kita memandang laut hanya dalam pengertian terbatas yaitu laut sebagai fisik dan segala isinya, tentu sebagai konsekuensinya kita hanya memanfaatkan laut dari sisi sumberdayanya seperti ikan, terumbu karang, dan sumber mineral serta kekayaan laut lainnya. Itulah yang terjadi saat ini. Mari kita mulai berpikir lebih strategis dengan memandang laut dari sisi wadah, isi dan posisi geografi, dan menerapkan geopolitik yang.

Sejarah Negara Maritim
            Jauh sebelum masa kemerdekaan, Indonesia ternyata sudah dikenal dunia sebagai Bangsa yang memiliki peradaban maritim maju. Bahkan, bangsa ini pernah mengalami masa keemasan pada awal abad ke-9 Masehi. Sejarah mencatat bangsa Indonesia telah berlayar jauh dengan kapal bercadik. Dengan alat navigasi seadanya, mereka telah mampu berlayar ke utara, lalu ke barat memotong lautan Hindia hingga Madagaskar dan berlanjut ke timur hingga Pulau Paskah. Dengan kian ramainya arus pengangkutan komoditas perdagangan melalui laut, mendorong munculnya kerajaan-kerajaan di Nusantara yang bercorak maritim dan memiliki armada laut yang besar.
            Memasuki masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak, Nusantara adalah negara besar yang disegani di kawasan Asia maupun di seluruh dunia. Sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya (683-1030 M) telah mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan serta menguasai wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan lautnya. Tidak hanya itu, ketangguhan maritim kita juga ditunjukkan oleh Singasari di bawah pemerintahan Kertanegara pada abad ke-13. Dengan kekuatan armada laut yang tidak ada tandingannya, pada tahun 1275 Kertanegara mengirimkan ekspedisi bahari ke Kerajaan Melayu dan Campa untuk menjalin persahabatan agar bersama-sama dapat menghambat gerak maju Kerajaan Mongol ke Asia Tenggara. Tahun 1284, ia menaklukkan Bali dalam ekspedisi laut ke timur.
            Puncak kejayaan maritim nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-1478). Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil menguasai dan mempersatukan nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara asing seperti Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina, China. Kilasan sejarah itu tentunya memberi gambaran, betapa kerajaan-kerajaan di nusantara dulu mampu menyatukan wilayah nusantara dan disegani bangsa lain, karena paradigma masyarakatnya yang mampu menciptakan visi maritim sebagai bagian utama dari kemajuan budaya, ekonomi, politik dan sosial. Tentu saja, sejarah telah mencatat dengan tinta emas bahwasanya Sriwijaya dan Majapahit pernah menjadi kiblat di bidang maritim, kebudayaan, dan agama di seluruh wilayah Asia.
            Arah kebijakan dan politik luar negeri pemerintah menentukan eksistensi Indonesia sebagai Negara Maritim. Pada 1957 digagas Deklarasi Djuanda. Sejak itu Indonesia menjadi satu kesatuan. Dilanjutkan pada Konvensi Hukum Laut Internasional/UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) tahun 1982, yang menambah luas wilayah Indonesia. Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa letak geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas ribuan pulau besar dan kecil dengan sifat dan corak tersendiri. Deklarasi tersebut juga menyatakan bahwa demi keutuhan teritorial dan untuk melindungi kekayaan negara yang ada di dalamnya, pulau-pulau serta laut yang ada harus dianggap sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang ditetapkan UU No:4/Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia.
            Perairan laut Indonesia berdasarkan Konvensi Hukum Laut Internasional di Jamaika tahun 1982 dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
  1. Batas laut teritorial yaitu 12 mil dari titik terluar sebuah pulau ke laut bebas. Berdasarkan batas tersebut, negara Indonesia memiliki kedaulatan atas air, bawah laut, dasar laut, dan udara di sekitarnya termasuk kekayaan alam di dalamnya.
  2. Batas landas kontinen sebuah negara paling jauh 200 mil dari garis dasar ke laut bebas dengan kedalaman tidak lebih dari 200 meter. Ladas kontinen adalah dasar laut dari arah pantai ke tengah laut dengan kedalaman tidak lebih dari 200 meter.
  3. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) ditarik dari titik terluar pantai sebuah pulau sejauh 200 mil. Dengan bertambahnya luas perairan Indonesia, maka kekayaan alam yang terkandung di dalamnya bertambah pula. Oleh karena itu Indonesia bertanggung jawab untuk melestarikan dan melindungi sumberdaya alam dari kerusakan.
            Peta Wilayah Laut Indonesia Berdasarkan Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1982, perairan laut teritorial Indonesia terdiri atas tiga bagian yaitu laut teritorial, batas landas kontinen, dan zona ekonomi eksklusif (ZEE). Selain ketiga wilayah perairan laut masih ada wilayah ini berbeda di dalam dan di antara Kepulauan Indonesia. Contoh wilayah perairan ini misalnya Laut Jawa, Selat Sunda, Selat Makasar, dan Laut Banda (Atmadja, M., 1996).
            Untuk kepentingan persahabatan antar negara maka dalam konvensi Hukum Laut Internasional ditetapkan adanya lintas damai melalui laut teritorial. Yang dimaksud lintas damai adalah jalur wilayah laut teritorial yang boleh digunakan oleh pihak asing sepanjang tidak merugikan bagi kedamaian, ketertiban, dan keamanan negara yang berdaulat, yang dituangkan dalam ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia).

Pentingnya Membangun Sektor Kelautan         
            Semenjak diratifikasinya United Nation Convention on the Law of The Sea melalui Undang-undang No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982, Indonesia belum memiliki kebijakan yang secara spesifik mengatur laut. Padahal, dua pertiga wilayahnya berupa perairan laut dan karenanya menjadi Negara Kepulauan. Sumberdaya alam laut yang terkandung didalamnya demikian besar, mencakup sumberdaya alam yang dapat diperbarui (renewable resources) maupun tidak (non renewable resources). Selain itu juga mengandung sumber energi alternatif dan jasa kelautan. Dengan demikian kebijakan kelautan nasional yang mampu mengintegrasikan pembangunan ekonomi semua sektor secara berkelanjutan mutlak diperlukan agar dapat mengatur pemanfaatan potensi kelautan yang demikian besar untuk mensejahterakan rakyat (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012).
            Pemahaman Negara Maritim diawali dengan Deklarasi Djuanda yang kemudian ditindaklanjuti dengan adanya konsep Wawasan Nusantara. Isi Deklarasi "Bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas dan lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. Penentuan batas laut 12 mil yang diukur dari garis- garis yang menghubungkan titik terluar pada pulau-pulau Negara Republik Indonesia akan ditentukan dengan Undang-Undang". Pada tanggal 18 Desember 1996 di Makassar dicanangkan Deklarasi Negara Maritim Indonesia, dengan tindak lanjut Konsep Pembangunan Negara Maritim Indonesia. Substansinya adalah menyebut Negara Kesatuan RI beserta perairan nusantara, laut wilayah, zona tambahan, ZEE, dan landas kontinennya sebagai Negara Maritim Indonesia.
            Gagasan Negara Maritim Indonesia sebagai aktualisasi wawasan nusantara untuk memberi gerak pada pola pikir, pola sikap dan pola tindak bangsa Indonesia secara bulat dalam aktualisasi wawasan nusantara. Pengembangan konsepsi negara maritim Indonesia sejalan dengan upaya peningkatan kemampuan bangsa menjadi bangsa yang modern dan mandiri dalam teknologi kelautan dan kedirgantaraan bagi kesejahteraan bangsa dan negara. Bumi maritim Indonesia adalah bagian dari sistem planet bumi yang merupakan satu kesatuan alami antara darat dan laut di atasnya tertata secara unik, menampilkan ciri-ciri negara dengan karakteristik sendiri yang menjadi wilayah yurisdiksi Negara Republik Indonesia.
            Demikian strategisnya laut, karena itu laut adalah wilayah kedaulatan penting yang diincar, diperebutkan, dan dipertahankan oleh banyak bangsa dan negara sejak dulu kala sampai saat ini. Menguasai laut, terutama selat, dari zaman dulu berarti menguasai "jalan air" sebagai jalur perdagangan yang berarti mengendalikan perekonomian dan sekaligus pertahanan dan keamanan suatu bangsa dan negara. Jadi, jangan heran, kalau kini banyak sengketa bilateral dan internasional karena teritorial laut, seperti klaim atas Ambalat dan Laut Cina Selatan.
Bangsa yang jaya di masa lampau adalah bangsa yang menguasai lautan dengan teknologi pelayaran, astronomi, pembangunan kapal, dan armada perangnya.
            Setelah lebih dari tiga dasawarsa membangun secara terencana, ekonomi di bidang kelautan (ekonomi kelautan) masih diposisikan sebagai sektor pinggiran (peripheral sector) serta tidak menjadi arus utama dalam kebijakan pembangunan nasional. Jika melihat kontribusi setiap sektor terhadap PDB nasional yang pertumbuhannya relatif lambat, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi ekonomi kelautan masih memprihatinkan.
            Dengan terbatasnya sumberdaya daratan maka pengembangan aktivitas ekonomi berbasiskan pesisir dan laut (kelautan) menjadi sangat penting bagi masa depan bangsa Indonesia. Pembangunan ekonomi dalam bidang kelautan belum menjadi mainstream pembangunan ekonomi Indonesia, walaupun demikian bidang kelautan yang terdiri dari tujuh sektor ekonomi, yakni (i) perhubungan laut, (ii) industri maritim, (iii) perikanan, (iv) wisata bahari, (v) energi dan sumberdaya mineral, (vi) bangunan kelautan serta (vii) jasa kelautan, memiliki kontribusi sebesar 22,42% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional pada tahun 2005. Nilai kontribusi ekonomi yang cukup signifikan tersebut diikuti dengan daya serap yang tinggi terhadap lapangan kerja seharusnya mampu mensejahterakan rakyat dan segenap komponen bangsa di tanah air. Namun karena komitmen pembangunan kelautan nasional yang masih terbatas mengakibatkan potensi yang dimiliki oleh bidang kelautan (fungsi dan sumberdaya) masih belum dikembangkan secara optimal (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012).

Mewujudkan Indonesia Menjadi Negara Maritim
            Indonesia belum mampu menjadi negara maritim karena belum mampu mengelola kekayaan laut dan menjamin keamanan laut. Kekayaan laut yang melimpah belum mampu dimanfaatkan secara optimal bagi kemajuan perekonomian bangsa. Demikian halnya terkait keamanan laut, terutama yang berbatasan dengan negara tetangga. Ketidakjelasan batas wilayah laut serta terjadinya beberapa kasus terkait batas negara, membuat Indonesia harus bekerja keras dalam membangun kelautan secara utuh menuju negara maritim yang tangguh.
            Perjuangan menuju negara maritim memang tidak mudah, namun jika seluruh bangsa ini memiliki kesamaan visi dan kebulatan tekad maka hal tersebut bukanlah hal yang mustahil. Deklarasi Djuanda 1957 dan UNCLOS 1982 memberikan peluang yang besar bagi bangsa Indonesia untuk diimplementasikan secara serius melalui kebijakan-kebijakan pembangunan nasional yang memprioritaskan orientasi yang berbasis maritim. Melahirkan kebijakan pembangunan melalui  perundang-undangan, pembangunan kekuatan armada pertahanan, armada perdagangan, industri dan jasa maritim yang ditunjang dengan penguasaan Iptek, merupakan upaya serius yang harus segera dilakukan menuju Indonesia sebagai Negara Maritim.
            Selain geopolitik, laut juga memiliki peran geokonomi yang sangat strategis bagi kemajuan dan kemakmuran Indonesia. Laut kita mengandung kekayaan alam yang sangat besar dan beragam, baik berupa sumberdaya terbarukan (seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, rumput laut, dan produk-produk bioteknologi); sumberdaya tak terbarukan (seperti minyak dan gas bumi, timah, bijih besi, bauksit, dan mineral lainnya); energi kelautan (seperti pasang-surut, gelombang, angin, dan OTEC atau Ocean Thermal Energy Conversion); maupun jasa-jasa lingkungan kelautan seperti untuk pariwisata bahari, transportasi laut, dan sumber keragaman hayati serta plasma nutfah.
            Lebih dari itu, laut juga berperan sebagai pengendali dinamika iklim global, siklus hidrologi, siklus biogeokimia, penetralisir limbah, dan sistem penunjang kehidupan (life-supoorting systems) lainnya yang membuat sebagian besar permukaan bumi layak dan nyaman untuk dihuni umat manusia.
            Sebagai Negara Kepulauan yang terbesar dengan segala keunikannya, Indonesia perlu memiliki ocean policy yang secara diskriptif, adalah sebagai berikut;   (i) dapat mengakomodasikan berbagai keunikan yang intrinsik, (ii) dialog yang kritis antara kepentingan kesejahteraan dan keamanan, (iii) berdaya jangkau kedepan,     (iv) bertujuan untuk membangun Negara maritim yang kuat (Dewan Kelautan Indonesia, 2011).
            Sampai saat ini bangsa ini terjebak pada land based oriented-nya, padahal Alfred Thayer Mahan (1660-1783) mengatakan ”Barang siapa yang menguasai laut akan menguasai dunia. Kita hanya bisa membuat slogan-slogan yang menyebutkan Indonesia adalah ”negara kepulauan”, ”Indonesia adalah negara bahari”, ”Indonesia adalah negara maritim” dan ”Indonesia berjiwa bahari serta Nenek Moyangku orang pelaut harus diingat tidak berlebihan bahwa kita orang pelaut.
            Langkah-langkah yang perlu dilaksanakan dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim yang kuat, mandiri dan berpihak pada kesejahteraan rakyat, yaitu penyusunan Undang-Undang Kelautan dan Kebijakan Kelautan Indonesia sebagai syarat untuk mewujudkan negara maritim yang sejati, selain itu juga perlu dukungan politik anggaran berbasiskan kepulauan dari pemerintah dan DPR RI, sebab kedua lembaga negara tersebut memiliki hak bujet dalam menentukan anggaran pembangunan nasional. Jangan sampai nantinya NKRI tinggal sejarah karena bercerai berai dan penyesalan biasanya akan timbul kemudian
            Pesatnya perkembangan teknologi dan tuntutan penyediaan kebutuhan sumberdaya yang semakin besar mengakibatkan sektor kelautan menjadi sangat penting bagi pembangunan nasional. Oleh karena itu, perubahan orientasi pembangunan nasional Indonesia ke arah pendekatan maritim merupakan suatu hal yang sangat penting dan mendesak. Wilayah laut harus dapat dikelola secara profesional dan proporsional serta senantiasa diarahkan pada kepentingan asasi bangsa Indonesia. Beberapa fungsi laut yang harusnya menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kebijakan-kebijakan berbasis maritim adalah; laut sebagai media pemersatu bangsa, media perhubungan, media sumberdaya, media pertahanan dan keamanan sebagai negara kepulauan serta media untuk membangun pengaruh ke seluruh dunia.
            Oleh karena itu, sebagai suatu langkah yang konkrit, dibutuhkan semangat yang konsisten dan kerja nyata demi mengembalikan kejayaan maritim bangsa Indonesia. Tentunya, juga diperlukan suatu gerakan moral untuk terus mengumandangkan semangat maritim ini pada semua lapisan masyarakat Indonesia untuk kembali menyadari keberadaan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.
            Minimnya keberpihakan kepada sektor maritim (maritime policy) salah satunya menyebabkan masih semrawutnya penataan Selat Malaka yang sejatinya menjadi sumber devisa, hal lainnya adalah pelabuhan dalam negeri belum menjadi international hub port, ZEE yang masih terlantar, penamaan dan pengembangan pulau-pulau kecil, terutama di wilayah perbatasan negara tidak kunjung tuntas, serta makin maraknya praktik illegal fishing, illegal drug traficking, traficking, kejahatan trans-nasional dimana semakin meningkatnya penyelundupan di perairan Indonesia. Padahal, sejatinya posisi strategis Indonesia banyak memberikan manfaat, setidaknya dalam tiga aspek, yaitu; alur laut kepulauan bagi pelayaran internasional (innocent passage, transit passage, dan archipelagic sea lane passage) berdasarkan ketentuan IMO; luas laut territorial yang dilaksanakan sejak Deklarasi Djuanda 1957 sampai dengan Unclos 1982 yang mempunyai sumberdaya kelautan demikian melimpah; dan sumber devisa yang luar biasa jika dikelola dengan baik (Atmaja, M., 1996).

Pentingnya Laut dalam Perspektif Pembangunan Nasional
            Dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Rio+20 di Brasil akhir Juni 2012 yang membahas pembangunan berkelanjutan dengan mengedepankan keseimbangan antara upaya meningkatkan pertumbuhan global dan pembangunan berwawasan lingkungan atau dikenal dengan pendekatan ekonomi hijau (Green Economy), Presiden RI, Bapak Dr. H. Bambang Susilo Yudhoyono, dalam pidatonya menyatakan “For Indonesia, Blue Economy is Our Next Frontier, yang intinya tidak hanya mengajak dunia untuk bersamasama melaksanakan ekonomi hijau dalam pembangunan nasionalnya, tetapi juga mengkampanyekan ekonomi biru (Blue Economy), di mana laut menjadi bagian integral untuk tujuan pembangunan yang berkelanjutan tersebut (Sustainable Development Goals). Dengan demikian, secara eksplisit Presiden RI, Bapak Dr. H. Bambang Susilo Yudhoyono, telah mengarahkan konsep ekonomi biru sebagai grand design pembangunan kelautan nasional di masa depan (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012).
            Laut sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa harusnya dapat dijadikan sebagai salah satu pilar utama untuk membantu mengakselerasi terwujudnya kemakmuran dan kejayaan bangsa Indonesia. Laut bagi NKRI juga memiliki makna dan fungsi yang sangat strategis, yaitu laut sebagai: (1) wilayah kedaulatan bangsa, (2) lingkungan dan sumberdaya, (3) media kontak sosial, ekonomi, dan budaya, (4) geostrategi, geopolitik, geokultural, dan geoekonomi negara, dan (5) sumber dan media penyebar bencana alam.
            Kelautan Indonesia kedepan diharapkan dapat menjadi arus utama mainstream (arus utama) pembangunan nasional dengan memanfaatkan ekosistem perairan laut beserta segenap sumberdaya yang terkandung di dalamnya secara berkelanjutan (on a sustainable basis) untuk kesatuan, kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Keinginan tersebut dijabarkan dalam lima tujuan yang harus dicapai, yaitu: (1) Membangun jaringan sarana dan prasarana sebagai perekat semua pulau dan kepulauan Indonesia, (2) Meningkatkan dan menguatkan sumber daya manusia di bidang kelautan yang didukung oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (3) Menetapkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, aset-aset, dan hal-hal yang terkait dalam kerangka pertahanan negara, (4) Membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan, dan (5) Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012).
            Kepastian perundang-undangan di bidang kelautan perlu disusun dan ditetapkan sebagai jaminan yang akan memberi kepastian hukum dan akan menjadi rambu-rambu dalam pengelolaan pembangunan kelautan. Dukungan legislatif terhadap eksekutif dalam menyusun rencana anggaran pembangunan yang terkait dengan bidang kelautan sangat penting untuk meningkatkan kapasitas pembangunan kelautan nasional. Oleh karena itu, sudah saatnya sekarang ini diperlukan perubahan visi pembangunan nasional dari visi daratan (kontinental) menjadi visi Indonesia sebagai negara kepulauan. Perubahan visi ini harus disertai oleh kesiapan SDM kita dalam mengelola  pembangunan kelautan  tersebut secara berkelanjutan. Selain itu juga agar peran ekonomi kelautan dapat terus dikembangkan untuk meningkatkan kemakmuran bangsa maka diperlukan sebuah pergeseran paradigma pembangunan yang lebih memahami jatidiri bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari dan negara kepulauan terbesar didunia serta memadukan kekuatan ekonomi berbasis darat dan laut sebagai sebagai sinergi kekuatan ekonomi nasional (Dahuri, R., 2013).


DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, R., 2012, Kelautan atau Maritim?, shnews.co, Rabu, 13 Juni 2012
Atmadja, M., 1996, Eksistensi Indonesia sebagai Negara Kepulauan, disampaikan pada peringatan Sarasehan Syukuran Makassar Serui (SSMS96) di Ujung Pandang, 30 Juli 1996, dalam rangka mengenang 50 tahun pembuangan ketujuh tokoh pergerakan kebangsaan Makassar ke Serui, Yapen, Irian Jaya
Dahuri, R., 2013,  Momentum Mengembalikan Kejayaan Negara Maritim, Koran Sindo, Jum'at,  13 Desember 2013
Dewan Kelautan Indonesia, 2011, Satukan NKRI Dengan Mewujudkan Negara Maritim Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
http://www.beritasatu.com/ekonomi/144599-mewujudkan-indonesia-sebagai-negara-maritim-yang-maju.html
Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012, Kebijakan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru, Jakarta.
Kompas, 2011, Mengubah Wawasan, Membangun Kelautan, edisi 8 Februari 2011, Jakarta.
             Kompas, 2011, Indonesia Belum Bisa Jadi Negara Maritim, edisi 9 Februari 2011, Jakarta.

Baca Selengkapnya ....

Perdagangan Hiu Martil dan Koboi Harus Ada Izin

Posted by Unknown Tuesday, September 16, 2014 1 comments
TRIBUNMANADO.CO.ID, BITUNG - Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui UPTD Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar melakukan sosialisasi mengenai jenis Hiu yang dilindungi dan dimanfaatkan di sejumlah pertokoan di Pateten Bitung yang menjual sirup, daging dan berbagai bagian ikan Hiu, Selasa (9/9).
"Jadi berdasarkan Konferensi COP Cites di Mexico 2013 yang memasukan 4 jenis hiu yang termasuk dalam Appendix II Cites tidak bisa diperdagangkan bebas yakni, hiu martil yang terbagi tiga jenis yaitu Sphyrna Lewini, Sphrna Mokarran dan Sphyrna Zygaena serta hiu koboi dalam bahasa latin Carcarinus Longimanus," tutur Kris Handoko, Kepala Seksi Pendayagunaan dan Pelestarian BPSPL kepada Tribun Manado.
Dijelaskannya, pemberlakuan itu akan ditetapkan di Indonesia pada tanggal 14 September, untuk ekspor dan impor keempat jenis Hiu harus menggunakan perizinan Cites atau perdagangan internasional. "Ini bertujuan untuk pengendalian jenis ikan Hiu yang terancam punah," tambahnya.
Menurutnya ikan hiu dari tangkapan nelayan di Bitung yang di ekspor keluar negeri melalui Manado sampai September 2014 sebanyal 4 ton lebih, didominasi sirup hiu ke Hongkong. "Saat ini belum terdata apakah jenis hiu yang diekpor di lindungi atau tidak karena baru pemberlakuan minggu depan. Dari hasil pengecekan lapangan dan wawancara penjual, tidak ada dan jarang ditemukan di Kota Bitung ke empat jenis hiu di atas," tukasnya. *

http://manado.tribunnews.com/2014/09/09/perdagangan-hiu-martil-dan-koboi-harus-ada-izin

Baca Selengkapnya ....

BUDIDAYA KARANG HIAS DONGGALA

Posted by Unknown Friday, March 21, 2014 0 comments

Baca Selengkapnya ....

Ikan Raksasa berat 379 Kg ditemukan di Kabupaten Tolitoli

Posted by Unknown Wednesday, March 12, 2014 0 comments
Pada tanggal 28 Februari 2014 telah ditemukan ikan Mola-Mola (sun fish) di perairan kabupaten Tolitoli tepatnya di sekitar pulau Simatang Tolitoli yang secara tidak sengaja tersangkut rawai oleh nelayan pemancing tuna, kemudian nelayan tersebut menarik ikan Mola-Mola tersebut ke perairan sekitar Galumpang dan akhirnya Mola-Mola tersebut tersangkut di jaring Kapal "Burung Laut" milik bapak Edy (kapal penangkap cakalang), pada saat itu para awak kapal Burung laut menebar jaring untuk menangkap ikan ikan kecil sebagai umpan cakalang.
Mengetahui ada ikan besar yang tersangkut di jaring maka para awak kapal menarik dengan sekuat-kuatnya ikan tersebut sehingga berhasil dinaikkan ke atas kapal (pada saat itu para nelayan tidak mengetahui sama sekali jenis ikan yang baru saja mereka tarik tersebut dan menganggap ikan tersebut sebagai ikan aneh. Malam harinya setelah mendaratkan ikan cakalang hasil tangkapannya, para nelayan yang kebingungan dengan ikan besar tersebut kemudian melapor kepada Bpk.Edy sebagai pemilik kapal Burung Laut dan pak Edy juga tidak mengetahui jenis ikan tersebut akhirnya menyerahkan ikan tersebut kepada Bpk. H.Bahar  untuk disimpan di coldstorage yang berada di dekat rumahnya di Jl.Wolter Monginsidi Kel.Nalu, sambil terus mencari informasi tentang jenis ikan tersebut.

Setelah disimpan selama 2 hari dan masih tidak diketahui jenisnya apa, akhirnya pak Bahar memberitahukan kepada Bpk.Hardiyan selaku kadis DKP kab.Tolitoli dengan maksud agar ikan tersebut dapat diidentifikasi sekaligus berkonsultasi terkait dengan apa yang sebaiknya akan dilakukan terhadap ikan aneh tersebut.

Dari pihak dinas KP Tolitoli juga tidak mengetahui jenis ikan tersebut dan akhirnya memberitahukan perihal ikan tersebut kepada penanggung jawab wilker  karantina ikan di Tolitoli. Setelah dilihat akhirnya dapat diidentifikasi bahwa ikan besar yang dianggap aneh tersebut merupakan ikan jenis ikan Mola-Mola (Sun Fish) dengan beratnya setelah ditimbang 379kg, dalebarnya 2m sedangkan panjangnya 1,2m.

Awalnya mereka berencana membuang ikan  tersebut ke laut karena takut mengkonsumsi dagingnya. Namun setelah diinformasikan bahwa daging ikan Mola-Mola tersebut bisa dimakan, bahkan menjadi makanan eksklusif di Jepang dan Hongkong. Akhirnya merekapun membelah ikan tersebut kemudian mengambil dagingnya untuk dikonsumsi. Salah satu siripnya untuk di awetkan di Wilker Karantina Ikan Tolitoli dan ada yang diserahkan ke BPSPL Makassar untuk diuji genetik DNA - nya.

Sumber : Rosihan Anwar (Penanggung jawab Wilker Karantina Ikan Tolitoli)



Baca Selengkapnya ....

Profil Kota Makassar

Posted by Unknown Tuesday, March 11, 2014 0 comments
Secara geografis, Kota Makassar terletak di pesisir pantai barat bagian selatan Sulawesi Selatan, pada koordinat antara 119 ° 18‟ 27,97” sampai 119° 32‟ 31,03” Bujur Timur dan 5° 30‟ 18” - 5° 14‟ 49” Lintang Selatan. Ketinggian kota ini bervariasi antara 0 – 25 meter dari permukaan laut, suhu udara antara 20° C - 32° C. Selain memiliki wilayah daratan, kota Makassar juga memiliki wilayah kepulauan yang dapat dilihat sepanjang garis pantai Kota Makassar. Pulau- pulau ini merupakan gugusan pulau-pulau karang sebanyak 12 pulau yang lebih dikenal dengan nama Kepulauan Spermonde.























Kota Makassar merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Selatan dan merupakan kota terbesar keempat di Indonesia yang memiliki luas areal 175,79 km2 dengan Panjang garis 52,8 km yang terdiri dari garis pantai daerah pesisir sepanjang 36,1 Km, serta garis pantai pulau-pulau dan gusung sepanjang 16,7 km. Kota Makassar memiliki jumlah penduduk 1.339.374 jiwa, sehingga kota ini sudah menjadi kota Metropolitan. Secara administratif, Kota Makassar terdiri dari 14 kecamatan dan 143 kelurahan.
Batas-batas administratif Kota Makassar yaitu sebagai berikut:
Batas Utara : Kabupaten Pangkajene Kepulauan
Batas Selatan : Kabupaten Gowa
Batas Timur : Kabupaten Maros
Batas Barat : Selat Makasar

Adapun wilayah administrasi kota Makasssar meliputi 8 kecamatan, seperti tabel berikut :

Kawasan pantai Makassar dapat dibagi atas daerah pantai utara yang diwakili pantai untia, dan pantai selatan merupakan daerah tanjung bunga. Pantai Untia merupakan daerah teluk yang menjorok masuk kedalam daratan memiliki pengaruh gelombang rendah karena telah hanya mendapat pengaruh dari ombak pecah dengan tinggi gelombang interval 1,1 sampai 1,5 m, sementara arus yang terjadi sekitar pantai Untia juga dengan kecepatan rendah berkisar 0,051 sampai 0,10 m/det (76,79 %). Meskipun arus tergolong rendah namun untuk ruang rencana patut mempertimbangkan akan arus residu yang merupakan arus sisa saat terjadnya pasang yang mengarah keutara berupa arus susur pantai. Di sekitar ruang pantai utara tidak terdapat daerah abrasi, yang diketahui melalui adanya tumbuhan mangrove yang tumbuh di sepanjang garis pantai dan agent transpor sedimen dengan kekuatan relatif rendah.
Pantai selatan Makassar dengan daerah Pantai Maccini Sombala (Tanjung Bayang, Pantai Akkarena, Tanjung Bunga dan Pantai Losari) merupakan daerah berpasir dengan tingkat kemungkinan abrasi tinggi karena daerah ini memiliki porositas tinggi. Karakteristik angkutan sedimen mempengaruhi kejadian abrasi terutama didaerah tanjung bunga dan Akarena. Pantai terkikis dan sedimenya terdistribusi kearah utara dan masuk kepantai losari. Proses tersebut dijelaskan dalam proses angkutan sediment. Angkutan sedimen di pantai Tanjung Bayang, Pantai Akkarena, dan Tanjung Bayang banyak terakumulasi di Pantai Losari dan daerah pelabuhan. Daerah Tanjung Bayang yang banyak mendapat akumulasi lansung dari sungai Jeneberang berkisar 94.53 gr/L/Hari, Pantai Akkarena dengan angkutan tertinggi 245.09 gr/L/Hari dan Tanjung Bunga berkisar 119.144 gr/L/Hari. Sedangkan Pantai Losari yang kini lebih sebagai bejana sedimen akibat kondisi perairan yang semi tertutup lebih rendah di banding pantai yang lain, yaitu 11.3706 gr/L/Hari akibat jarak antara muara sungai Je‟neBerang sebagai sumber sedimen sangat jauh dan kondisi perairan yang sangat tenang dan tidak banyak mendapat pengaruh dari faktor oseanografi seperti arus perairan yang merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam proses transport sedimen. Pola tersebut membentuk sebaran angkutan sedimen dan proses terjadinya perubahan garis pantai (erosi dan akresi) yang ada di sepanjang pantai tanjung bayang hingga pantai Losari Makassar. Kondisi pantai yang terbuka di Tanjung Bayang, Pantai Akkarena dan Tanjung Bunga sangat memudahkan terjadinya perubahan garis pantai oleh tenaga-tenaga pengangkutan, pada pengamatan selama penelitian di dapatkan adanya daerah-daerah yang tererosi dengan potensi keberlanjutan erosi yang semakin meningkat. Peningkatan kejadian semakin berkurangnya daratan di sekitaran Tanjung Bunga di juga di sebabkan oleh kurangnya deposisi sedimen yang berasal dari sungai Jeneberang sehingga kalau dulunya terjadi akresi hingga membentuk delta yang sangat besar sekarang justru sebaliknya, terjadi setelah adanya bangunan bendungan Bili Bili di aliran sungai Jeneberang dan penutupan muara sungai bagian utara. Peningkatan sedimen tersuspensi di pantai Losari oleh karena daerah ini merupakan daerah yang menampung banyak jenis sedimen tersuspensi dari berbagi sumber yang didukung dengan semakin melemahnya arus didaerah tersebut.

Baca Selengkapnya ....

REKLAMASI

Posted by Unknown Sunday, March 9, 2014 0 comments

REKLAMASI adalahkegiatanyang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumberdaya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase(UUPWP3K, 2007)

Baca Selengkapnya ....

Tugas Pokok dan Fungsi Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Makassar

Posted by Unknown 0 comments
BPSPL Makassar dibentuk melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor Per.18/MEN/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut.
BPSPL Makassar memiliki tugas melaksanakan pengelolaan meliputi antara lain perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas BPSPL menyelenggarakan fungsi:
1. Penyusunan rencana, program, dan evaluasi di bidang perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil, serta ekosistemnya;
2. Pelaksanaan perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil, serta ekosistemnya;
3. Pelaksanaan mitigasi bencana, rehabilitasi, dan penanganan pencemaran sumber daya pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil, serta ekosistemnya;
4. Pelaksanaan konservasi habitat, jenis, dan genetika ikan;
5. Pelaksanaan pengawasan lalu lintas perdagangan jenis ikan yang dilindungi;
6. Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil;
7. Fasilitasi penataan ruang pesisir dan laut;
8. Pelaksanaan bimbingan pengelolaan wilayah pesisir terpadu serta pendayagunaan pulau-pulau kecil;
9. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
BPSPL Makassar memiliki visi:
Mewujudkan keterpaduan yang menyeluruh dalam pengelolaan wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan dan berkeadilan
Sedangkakan misinya adalah:
1. Meningkatkan pemahaman dan peran pemerintah daerah terhadap pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
2. Meningkatkan keterpaduan dan harmonisasi antar pemangku kepentingan sosialekonomi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
3. Mewujudkan kesesuaian pembangunan wilayah pesisir dengan wilayah sekitarnya.
4. Menjamin terlaksananya proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu, berkelanjutan, dan berkeadilan.
5. Menjamin pelestarian dan keberlangsungan sumberdaya hayati laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, serta keseimbangan ekosistemnya.
BPSPL Makassar dikepalai oleh seorang Kepala Balai (Eselon III) dengan 3 pejabat Eselon IV, yaitu Kepala Sub-Bagian Tata Usaha, Kepada Seksi Program dan Evaluasi, dan Kepala Seksi Pendayagunaan dan Pelestarian. Di bawah Kepala Balai, terdapat kelompok jabatan fungsional. Saat ini BPSPL Makassar didukung oleh 25 Pegawai Negeri Sipil dan 8 Pegawai Honorer.


Baca Selengkapnya ....
Cara Buat Email Di Google | Copyright of RENCANA ZONASI.

Translate

Total Pageviews